Rabu, 05 September 2012

Ali Bin Abi Thalib (Remaja Pertama yang masuk Islam)




Al Imam Ali Karramullah Wajhahu
        Dia adalah khalifah pertama dari keluarga Hasyim. Ayah ibunya berasal dari keturunan bani Hasyim. Oleh karena itulah, dalam dirinya tertumpu sifat-sifat inti keluarga Hasyim yang dikenal sebagai keluarga yang mulia, yakni sifat kebangsawanan, kekuatan, keberanian, kecerdasan dan kepahlawanan.
        Ayahnya adalah Abu Thalib bin Ubdul Mutthalib bin Hasyim bin Abdi Manaf. Ibunya memberikan nama kepadanya Heydrah mirip dengan arti nama ayahnya Asad, yang artinya Singa. Tapi ayahnya memberi nama Ali.


Kelahirannya
      Ali dilahirkan di Ka'bah dan Allah telah memuliakan wajahnya (karramallahu wajlahu) untuk tidak bersujud kepada berhala-berhala yang ada di Ka'bah dan sekitarnya. Kehadirannya seolah-olah menandakan jaman baru bagi Ka'bah dan penyembahan Allah di sana.
      Prof. Abbas Mahmud Al 'aqqad mengatakan:
"Ali hampir dilahirkan sebagai muslim. Bahkan dapat dikatakan ia dilahirkan muslim bila dipandang dari segi akidah dan kejiwaan. Ketika membuka mata kesadaran  pada pertama kalinya, ia melihat islam dan tidak mengenal sedikitpun penyembahan berhala.
      Dia diasuh dan didik di rumah yang menjadi pusat dakwah islamiyah. Sebelum mengerti ibadah ayah ibunya sendiri, terlebih dahulu ia sudah mengenal ibadah dari shalat Nabi Saw dan istrinya yang suci, Khadijah Ra.

     Ali Ra adalah misan (sepupu) dan anak asuh yang dibesarkan di rumah Rasulullah Saw. Ia benar-benar telah menikmati cinta, kasih sayang dan kebijakannya. Antara Ali dengan Rasulullah telah terjalin kekeluargaan ganda dan cinta kasih yang amat kokoh melebihi cinta yang diikat tali kekeluargaan. Ali masuk islam ketika berusia sepuluh tahun karena pada usia itulah diumumkannya dakwah islamiah.



Kepahlawanannya Pada Usia Dini
        Dalam sejarah, umat kita banyak mencontoh dari para pahlawan yang melahirkan kepahlawanan pada usia mudia. Di antara mereka adalah Ali bin Abi Thalib Ra.
Diriwayatkan bahwa penyebab keislamannya ialah ketika dia melihat Rasulullah Saw bersama Khadijah Ra shalat secara sembunyi-sembunyi. Ali bertanya tentang apa yang dilakukan Rasulullah Saw dan Khadijah Ra. Nabi Saw menjawab:
                          "Ini adalah agama Allah yang dipilihNya sendiri dan mengutus para rasulNya. Aku mengajak kamu kepada (penyembah) Allah yang Satu, Esa, Tunggal, tiada sekutu bagiNya dan beribadat kepada-Nya, dan mengkufuri Allaata dan Aluzza."

        Ali menjawab, "Ini perihal yang belum kudengar. Oleh karena itu aku tidak akan memutuskan sesuatu sebelum membicarakannya dengan Aba Thalib (ayahnya).
Mendengar jawaban Ali, Nabi Saw tercenung. Ia tidak ingin persoalan itu tersebar, maka ia berkata kepada Ali, "Kalau kamu tidak mau masuk islam, perihal ini harus kamu rahasiakan."
        Maka semalaman Ali tidak dapat tidur. Ia berpikir dan merenungkan ajakan Nabi Saw. Dan ternyata Allah memberi hidayah kepadanya, maka keesokan harinya ia menghadap Rasulullah Saw, untuk menyatakan keislamannya.



Da'wah Sampai Kepada Abu Thalib
        Ali, anak remaja itu kini sering pergi bersama Rasulullah ke lembah kota Mekah untuk melakukan shalat dan beribadah.
Pada suatu hari Abu Tahlib melihat perbuatan anak dan kemenakannya suatu tempat bernama "Nakhlah." Abu Thalib heran dan bertanya kepada Nabi Saw, "Hai, anak saudaraku, agama apa yang sedang kamu kerjakan ini?"
       Nabi Saw menjawab, "Ini agama Allah, agama malaikat-malaikat dan rasul-rasulNya, dan agama Ibrahim. Allah mengutusku kepada seluruh hambaNya dan engkaulah yang paling utama menerima nasihat dan dakwahku kepada petunjuk Allah. Engkaulah yang paling utama menyambut seruan Allah dan engkau pula yang membelaku untuk memperjuangkannya."
Abi Thalib menjawab, "Aku tidak bisa meninggalkan agama nenek moyang dan tradisi mereka."
       Namun penolakan Abu Tahalib tidak menghalangi Ali untuk meneruskan perjalanan keimanannya bersama Nabi Saw, sebab Ali sudah yakin benar Nabi Saw adalah penyeru kepada yang haq, keadilan, kehoramatan sreta kepada martabat manusia.



Aku, Ya, Rasulullah !
       Pada suatu pagi Rasulullah Saw berseru dan mengumpulkan orang-orang dekat Ka'bah dan berkata kepada mereka, "Seorang pemimpin (petunjuk jalan) tidak akan mendustai keluarganya. Demi Allah, kalau aku mendustai semua orang. Aku tidak akan mendustai kalian dan kalau aku menipu semua tidak akan menipu kalian. Demi Allah yang tiada Tuhan kecuali Dia. Aku ini adalah utusan Allah kepada kalian khususnya dan kepada segenap manusia."
      "Demi Allah, kalian akan mati sebagaimana kalian tidur dan kalian akan dibangkitkan kembali sebagaimana kalian bangun tidur. Kalian akan dihisab tentang apa yang telah kalian lakukan. Kebaikan dibalas dengan kebaikan dan kejahatan di balas dengan kejahatan, dan kelak kalian akan mendapat surga selama-lamanya atau neraka selama-lamanya. Demi Allah aku tidak mengetahui orang sebelum aku membawa sesuatu yang lebih utama dari yang aku bawa untuk kalian. Aku membawa untuk kalian kebaikan di dunia dan akhirat.
       Kemudian Rasulullah Saw melanjutkan sabdanya:
                        "Selamatkan diri kalian dari siksa neraka. Sesungguhnya aku tidak bisa menolong kalian dari siksa Allah. Sesungguhnya aku adalah hanya seorang pemberi peringatan nyata bagi kamu dari siksa yang pedih."

       Abu Lahab, paman Rasulullah Saw yang pada waktu itu ikut hadir berseru dengan berang, "Binasalah kamu Muhammad, apakah untuk itu kamu mengumpulkan kami?"
Tetapi Nabi Saw tidak putus asa. Dengan tenang dan penuh sabar ia menahan diri dan berkata, "Aku mengajak kalian kepada dua kalimat yang ringan diucapkan lidah dan berat dalam timbangan, yakni bersyahadat 'tidak ada Tuhan kecuali Allah dan bahwa Muhammad utusan Allah." Siapa yang menyambut ajakanku dan ingin ikut mendukung?"
       Ali, si pemuda remaja bangkit di tengah-tengah kerumunan massa dan berseru, "Aku, ya Rasulullah, dan aku paling muda usia!"
       Tidak seorangpun dari yang hadir menerima ajakan Nabi Saw kecuali Ali. Dialah orang pertama bersedia berkorban untuk Rasulullah Saw ketika tidur di tempat Nabi Saw, pada waktu itu rumah beliau di kepung dan akan dibunuh menjelang hijrah ke Madinah.



Pemilikan Harus Diserahkan
Kepada Yang Berhak meskipun Dia musuh
        Ketika menjadi khalifah, Ali Ra menemukan baju besi (baju perang) miliknya di tangan seorang nasrani, tetapi orang Nasrani itu tidak mengakuinya.
        Selaku rakyat, Ali Ra mengadukan hal tersebut kepada ketua pengadilan. Pada waktu persidangan, ia dipanggil sang hakim dengan panggilan Amirul Mukminin. Ali tidak senang mendengar panggilan ini. Ia menolak panggilan itu karena pada waktu persidangan kedudukannya sebagai penggugat  sama seperti yang tergugat (terdakwa). Ia menyadari persamaan kedudukan antara penggugat dan tergugat di hadapan hakim merupakan suatu langkah menuju keadilan.
        Ali menggugat orang Nasrani itu dengan mengatakan bahwa baju besi itu miliknya yang hilang dan dia tidak pernah memberinya atau menjualnya kepada siapapun.
        Hakim Syuraih bertanya kepada tergugat, "Apa jawabanmu terhadap gugatan itu?"
        Orang Nasrani itu menjawab, "Baju besi ini milikku dan bagiku Amirul mukminin bukanlah pembohong."
Hakim Syuraih bertanya kepada Ali Ra, "Apakah anda punya bukti-bukti?"
Ali Ra tersenyum dan berkata, "Tepat pertanyaan, hakim aku tidak punya bukti-bukti."
 
       Karena Ali tidak memiliki bukti-bukti maka sidang pengadilan memutuskan baju besi tersebut milik orang Nasrani itu. Setelah persidangan usai, orang Nasrani itu kembali bertemu dengan Ali Ra. Ia berkata, "Aku bersaksi bahwa ini adalah pengadilan para nabi. Amirul mukminin menuntut aku melalui hakimnya dan hakimnya mengalahkannya. Sejak saat ini saya bersyahadat bahwa tidak ada Tuhan kecuali Allah dan bahwa Muhammad adalah hamba dan utusannya. Baju besi itu milikmu, ya Amirul mukminin. Aku mengambil baju besi ini dari untamu yang kelabu ketika engkau dan pasukanmu hendak berangkat ke Shifin."
       Ali Ra kemudian berkata, "Karena kamu telah masuk islam , maka baju ini milikmu."  (HR. Attirmidzi, Alhaakim).
Banyak orang menyaksikan orang Nasrani itu kemudian menjadi tentara yang setia kepada Ali Ra ketika berperang melawan kaum Khawarij yang memberontak dan memerangi Ali Ra dalam pertempuran "Annahrawan."



Biarlah Aku Yang Menghadapinya, Ya, Rasulullah
         Dalam peperangan KHONDAK kaum musrikin yang berjumlah 24.000 prajurit mengepung kota Madinah dengan ketat dan berusaha menyerbu masuk. Tetapi parit yang digali kaum muslimin sekitar Madinah menghalangi usaha mereka.
         Setelah beberapa kali mereka berusaha masuk, beberapa orang kaum musyrikin akhirnya berhasil menerobos masuk lewat celah pertahanan yang lemah. Pasukan berkuda mereka di pimpin oleh seorang lelaki yang kuat bernama Amru bin Wudd.
Amru bin Wudd berteriak dan berseru, "Ayo apa ada yang siap berduel?"
         Mendengar tantanggan ini Ali Ra minta ijin kepada Nabi Saw untuk menghadapinya. Mula-mula Nabi Saw mencegahnya, tetapi karena Ali Ra terus mendesak maka akhirnya baginda mengijinkannya.
Dalam sekejap mata Ali Ra berhadapan dengan Amru bin Wudd dan ali berseru kepadanya, "Aku mengajak kamu ke jalan Allah, ke jalan Rasulullah dan kepada islam."

        Amru bin Wudd pun menjawab dengan angkuh, "Aku tidak memerlukan itu semua."
Ali Ra menangapinya, "Kalau demikian aku mengajak kamu bertempur."
Amru bin Wudd menjawab," Mengapa hai anak saudaraku, demi berhala Allaata aku tidak ingin membunuhmu."
Tapi Ali Ra menjawab, "Tapi demi Allah, aku ingin membunuhmu."
        Tantangan Ali membangkitkan semangat jahiliah Amru bin Wudd. Ia menikam kudanya dengan pedangnya dan menyerang Ali dengan bengis. Tapi Ali menangkis dengan sekuat tenaga dan menikam pedangnya ke tubuh Amru. Tak lama kemudian tubuh Amru roboh bermandikan darah. Setelah peristiwa itu Ali Ra kembali kepada barisan muslimin. Maka tidak mengherankan bila Ali dikenal sebagai orang yang tidak dapat dikalahkan lawan.



Terbunuhnya Ali Ra
          Di atas sudah di jelaskan bahwa terbunuhnya Utsman Ra merupakan awal dari rentetan fitnah yang melanda kaum muslimin. Oleh karena itu masa kekhalifahan Ali  Ra merupakan masa-masa yang amat sulit. Pesoalan semakin rumit dan keadaan semakin meruncing yang akhirnya menimbulkan ketidak stabilan dalam jajaran tentara.
          Penduduk Iran membangkang dan penduduk Syam menyebarkan issu. Mereka mengatakan bahwa berdasarkan keputusan dua orang penengah telah ditetapkan bahwa yang menjadi khalifah seharusnya Muawiyah, bukan Ali Ra. Menghadapi banyaknya fitnah dan pembangkangan yang timbul, Ali Ra menjadi semakin lemah hatinya dan ia merasakan kekhalifahannya akan segera berakhir.
          Dari kalangan Khawarij ada tiga orang yang membangkang dan memberontak terhadap Ali Ra dan Muawiyah bin Abi Sufyan, yaitu Abdurrahman bin Amru yang dikenal dengan Ibnu Maljam, Alburak bin Abdullah Attamimi, dan Amru bin Bakar Attamimi. Mereka telah bersepakat hendak membunuh Ali bin Abi Thalib, Muawiyah bin Sufyan dan Amru ibnul Aash. Mereka berikrar, membunuh atau terbunuh. Niat ini mereka laksanakan pada malam 17 Ramadhan. Mereka masing-masing mengasah dan meracuni pedangnya.

         Ibnu Maljam pergi menuju Kufah di Irak. Pada waktu fajar, ketika Ali Ra tengah menuju masjid untuk shalat subuh, ubun-ubun kepalanya di pukul dengan pedang sehingga darah mengalir membasahi janggutnya.
Tapi Alhamdulillah, Ibnu Maljan berhasil di tangkap dan Ali segera dibopong ke rumahnya. Lalu Ibnul Maljan dihadapkan kepada Ali Ra yang lantas bertanya kepadanya, "Hai musuh Allah, tidakkah aku berbuat baik kepadamu."
Ibnu Maljan menjawab, "Ya, benar."
Lalu Ali Ra bertanya lagi, "Lantas mengapa kamu berbuat demikian?"
Ibnu Maljam menjawab, "Aku telah mengasah pedangku selama empat puluh hari dan memohon kepada Allah agar aku dapat menggunakannya untuk membunuh makluknya yang paling jahat."
Ali Ra menjawab, "Tiada lain, kamu akan terbunuh oleh pedangmu itu dan aku tidak melihat ada orang yang lebih jahat dari kamu."
Kemudian Ali Ra berpesan, "Kalau aku wafat, bunuhlah dia dan kalau aku selamat (hidup) biarlah aku nanti yang menentukan keputusan."
Ternyata Ali Ra wafat pada hari Jumat tanggal 17 Ramadhan tahun 40 Hijriah. Khalifah telah dijabatnya selama 4 tahun 8 bulan. Ia mempunyai anak berjumlah 33 orang, 15 laki-laki dan 18 perempuan. Ia dikubur di Kufah pada malam harinya




"Selesai_



Tidak ada komentar:

Posting Komentar