Senin, 17 September 2012

Abu Ubaidah Ibnul Jarrah (pemegang amanat umat dan amanat Rasulullah Saw)




      Rasulullah Saw bersabda:
                    "Tiap-tiap umat ada orang pemegang amanat, dan pemegang amanat umat ini ialah Abu Ubaidah ibnul Jarrah."
      Kita perlu mengkaji sejarah orang besar ini dan memetik pelajaran dari padanya. Terlebih-lebih dewasa ini dunia kita sudah kehilangan amanat. kecurangan dan pengkhianatan telah merajalela merasuki seluruh lapisan masyarakat dan segala aspek kehidupan mereka.


Ujian Maha Berat
       Abu Ubaidah dihadapkan pada dua timbangan, manakah yang akan menjadi pilihannya, ayahnya yanh kafir atau keislamannya yang diridhoi Allah?
       Ketika perang Badar, Abu Ubaidah ikut memperkokoh dan membela kaum muslimin, sedangkan ayahnya berada dalam barisan kaum Quraisy yang musrik dan kafir.
       Dalam arena pertempuran, ayahnya memburu Abu Ubaidah tetapi ia selalu mengelak, menghindar dan menjauh. Ayahnya tidak menyadari kenapa sang anak sengaja menghindar. Ia bahkan semakin penasaran dan bernafsu. Ayah Ubaidah terus mengubernya hingga tak ada pilihan lain untuk Abu Ubaidah selain menghadapinya dengan sungguh-sungguh. Dalam pertempuran  yang sengit itu Abu Ubaidah terpaksa membunuh ayahnya yang terus mendesak dan melawannya. Walaupun hatinya terasa berat tapi demi menegakkan amanat Allah dan rasulNya, Ubaidah terpaksa membunuhnya.
       Setelah peristiwa tersebut, Allah menurunkan firmanNya:
                           "Kamu tidak akan mendapati sesuatu kaum yang beriman kepada Allah dan hari akhirat saling berkasih sayang dengan orang-orang yang menentang Allah dan RasulNya, sekalupun orang-orang itu bapak bapak atau anak-anak atau saudara-saudara ataupun keleuarga mereka. Mereka itulah orang-orang yang Allah telah menanamkan keimanan dalam hati mereka dan menguatkan mereka dengan pertolongan yang datang daripadaNya. Dan dimasukkan dibawahnya sungai-sungai, mereka kekal di dalamnya. Allah ridho terhadap mereka dan mereka pun merasa puas terhadap (limpahan rahmatNya). Mereka itulah golongan Allah. ketahuilah bahwa sesungguhnya golongan Allah itulah golongan yang beruntung."
(Al Mujaadilah 22)


Suatu Peristiwa Pada perang Uhud
          Abubakar Assiddiq menyampaikan suatu kisah tentang jasa Abu Ubaidah pada perang Uhud, Rasulullah Saw terkena panah. Panah itu mengenai rahang atas wajah beliau. Ketika itu beliau memakai tutup kepala dari besi sehingga besi penutup wajahnya menancap ke rahang beliau di dua tempat. Dari wajah beliau darah terus bercucuran.
          Aku berusaha mendekati Rasulullah Saw tetapi sudah didahului oleh seseorang yang berlari dari arah timur. Ia berlari begitu cepat seperti kilat menyambar. Terus terang, pada saat itu aku merasa cemas, kalau-kalau orang yang datang itu pihak lawan. Maka segera aku berdoa pada Robbku, "Mudah-mudahan orang itu adalah orang yang patuh kepada Rasulullah Saw."
          Setelah aku berada di sisi Rasulullah barulah aku tahu ternyata dia adalah Abu Ubaidah ibnul Jarrah. Dia berkata kepadaku, "Aku mohon atas nama Allah, hai Abu Bakar agar engkau membiarkan aku mencabut lempengan besi ini dari wajah Rasulullah Saw."
           Abu Ubaidah lalu menggunakan kedua gigi depannya untuk mencabut besi tajam yang menancap ke dalam ke dua sisi rahang Rasulullah. Setelah mencabut besi itu, Abu Ubaidah terjatuh dan kedua gigi atas dan gigi bawahnya tanggal. Kemudian ia menggigit besi yang kedua dengan kedua gigi atas dan bawahnya yang masih tersisa, dan ternyata giginyapun tanggal pula.
          Aku dan Rasulullah Saw amat terharu melihat kesetiaan pengorbanan Abu Ubaidah. Betapa sayang dan cintanya ia pada Rasulullah sampai-sampai ia rela giginya hilang. Sejak saat itu di kalangan kaum muslimin ia dikenal sebagai si ompong, karena kedua gigi atas dan gigi bawahnya telah hilang.


Orang Yang Memegang Amanat
           Pada suatu ketika masyarakat Najran datang menemui Rasulullah Saw. Utusan itu minta kepada Rasulullah agar mengutus seseorang yang dapat mengajarkan kepada masyarakat Najran hukum-hukum agama Islam. Rasulullah Saw menyanggupinya  dan menjanjikan kepada mereka seraya berkata, "esok hari aku akan mengutus bersama kalian seorang yang benar-benar amin, benar-benar amin, benar-benar amin."  (beliau mengulangnya sampai tiga kali)
           Orang yang disebut 'amin' sampai diulangnya tiga kali adalah Abu Ubaidah. Ialah yang diutus mengerjakan syariat Islam kepada penduduk Najran.
           Dalam perihal amanat Umar Ra mengungkapkan pula kelebihan yang dimiliki Abu Ubaidah.
Aku benar-benar berharap agar aku ditunjuk Rasulullah Saw untuk menduduki jabatan itu. Setelah kami menunaikan shalat dzuhur bersama, Rasulullah melayangkan pandangannya ke kiri dan ke kanan sepertinya ada yang hendak beliau cari. Aku sengaja mengangkat kepalaku agar beliau melihatku. Tapi ternyata tidak. Beliau tidak mencari aku. Beliau terus melayangkan pandangannya dan ketika melihat Abu Ubaidah ibnul Jarrah beliau segera memanggilnya dan berkata kepadanya, "Wahai Abu Ubaidah, pergilah engkau bersama-sama dengan mereka (utusan masyarakat Najran). Jalankan hukum dengan penuh kebenaran terhadap segala apa yang mereka perselisihkan."
     
          Aku sempat tercenung dan aku kini menyadari itulah kelebihan yang tidak diraih oleh siapapun kecuali hanya oleh Abu Ubaidah Ra. Rasulullah Saw menyerahkan tugas yang mulia itu kepada Ubaidah karena beliau tahu Ubaidah adalah orang yang memegang teguh amanat.
          Dalam pertempuran "Dzatil Salasil" Rasulullah Saw mengirim bala bantuan tentara untuk membantu pasukan yang dipimpin oleh Amru ibnul Aash. Di antara prajurit itu terdapat Abubakar Ra dan Umar Ra , sedangkan komandan pasukannya adalah Abu Ubaidah ibnul Jarrah.
         Kepercayaan yang diberikan Rasulullah Saw terhadap Abu Ubaidah Ra membuat Umar ibnul Khattab berkata mengenai Ubaidah menjelang wafatnya:  "Kalau Abu Ubaidah ibnul Jarrah masih hidup maka aku akan menunjukinya sebagai khalifah pengantiku. Dan bila kelak Allah Swt bertanya kepadaku tentang apa sebabnya, maka aku menjawab, "Aku memilih dia karena dia seoarang pemegang amanat umat dan pemegang amanat Rasulullah."


Abu Ubaidah Seorang Panglima Besar
        Pada masa khalifah Abubakar Assiddiq Ra, panglima perang tentra Islam di wilayah timu, Khalid ibnul Walid telah dapat menyelesaikan perang melawan tentara Persi. Lima belas medan tempur teah berhasil dimenangkan oleh tentara Islam. Ketika itu yang menjabat sebagai panglima tentara Islam di wilayah barat (menghadapi tentara Romawi) dipegang oleh Abu Ubaidah.
        Tiba-tiba datang perintah kepada Khalid ibnul Wahid dari Abu Ububakar Ra. Abubakar Ra menyuruh Khalid pergi ke Syam dan menemui Abu Ubaidah di Yarmurk sambil memberikan sepucuk surat.

      Salamullah atas anda. Amma ba'du
      Aku mengangkat Khalid untuk memimpin pasukan di Syam. Jangan anda membantah dia, tetapi menurut dugaanku dia memiliki kepandaian tempur yang tidak anda miliki.
                                                                                                   Wassalam


        Setelah membaca surat itu, Abu Ubaidah segera menyerahkan jabatan kepemimpinannya kepada Khalid, sedang Abu Ubaidah menjadi pendampingnya dalam meraih kemenangannya.
       Setelah khalifah Umar Ra berkuasa dia melihat telah tiba saatnya untuk menyerahkan kembali kekuasaan militer kepada Abu Ubaidah. Khalid telah mencapai sukses besar di medan perang dan di saat damai Abu Ubaidah lebih tepat menduduki jabatan ini.
       Kedudukan tinggi dalam ketentaraan yang dipegang Abu Ubaidah malah menjadikan dirinya semakin rendah hati dan zuhud terhadap kemewahan dunia.
       Namanya semakin tenar. Rakyat semakin memuji dan mengagumi kekuatan jiwa dan amanatnya. Tapi ketenaran dan pujian ini membuat Abu Ubaidah semakin ciut dan kecut hatinya, sehingga dia berpidato di hadapan mereka.
                    "Wahai segenap manusia, sesungguhnya aku ini seorang muslim dari Quraisy. Tiada seorangpun dari kalian yang merah maupun yang hitam yang melebihi aku dalam bertakwa kepada Allah, maka benar-benar aku ingin menggantikan kedudukannya.

         Hormat setinggi-tingginya bagimu wahai Abu Ubaidah. kemuliaan Allah selalu menyertai agama yang telah melahirkan kepribadianmu dan kemuliaan bagi Rasulullah Saw yang telah mendidik dan mengajarmu.
         Ketika Amirul Mukminin, Umar ibnul Khattab, mengunjungi negeri Syam (Palestina), ia bertanya kepada orang-orang yang menyambutnya, "Mana saudaraku?"
Mereka bertanya, "Siapa?"
Umar Ra menjawab, "Abu Ubaidah ibnul Jarrah."
Tak lama kemudian Abu Ubaidah datang dan begitu melihat Umar Ra, mereka saling berpelukan erat, hangat dan mesra seperti dua orang kekasih yang sudah lama tak jumpa. Setelah itu mereka pun pergi ke rumah Abu Ubaidah.
         Sesampainya di rumah Abu Ubaidah, Umar melihat sekeliling rumah sahabatnya. Ia melihat rumah itu kosong, tiada diisi oleh parobot apapun. Yang ada hanya pedang, perisai, tombak dan sebuntal pakaian. Rupanya Ubaidah bisa tidur beralaskan kulit lapisan pelana kudanya dan buntalan pakaiannya ia gunakan sebagai bantal.
        Melihat suasana rumah Ubaidah, Umar tersenyum seraya bertanya, "Tidakkah engkau memakai untuk dirimu sebagaiman yang dipakai orang lain?"
Abu Ubaidah Ra menjawab, "Ya Amirul mukminin. Saya khawatir kalau-kalau nanti menjadi pembicaraan orang."


Wafatnya Abu Ubaidah
         Pada suatu hari ketika Umar Ra sedang sibuk menangani persoalan-persoalan pemerintahan tiba-tiba ia dikejutkan oleh berita tentang wafatnya Abu Ubaidah. Umar begitu terkejut dan merasa kehilangan. Matanya terpejam dan kepalanya tertunduk. Dari kedua bola matanya menetes air mata duka. Saat itu juga ketika ia mendengar berita tersebut Umar langsung berdoa memohon kepada Allah agar memberikan rahmatNya kepada Abu Ubaidah Ra. lalu Umar mengulangi ucapannya yang diucapkannya sebelumnya. Katanya, "Kalau aku mempunyai satu puncak keinginan maka aku ingin suatu rumah yang didalamnya penuh dengan orang-orang seperti Abu Ubaidah.
         Abu Ubaidah wafat di negeri Urdun di wilayah Syam dan jenazahnya dikubur di tempat yang pernah dibebaskannya dari cengkraman kerajaan penyembah api dan berhala, yaitu Persi dan Romawi.




Minggu, 16 September 2012

Said Bin Zaid (salah seorang yang dicintai Allah)




Orang ke Sembilan Yang Mendapat Kabar
Gembira
         Nama lengkapnya adalah Sai'id bin Zaid bin'Amru bin Nufail bin Abduluzza bin Al'adwa. Ibunya Fathimah bin Ba'jah bin Malik Alkhuzaiyyah. Fathimah termasuk orang yang lebih dahulu masul islam, dan anaknya, Sa'id pun termasuk gelombang pertama yang masuk Islam, sebelum Raslullah Saw memasuki Daarul Arqom. Dia ikut berhijrah dan turut serta dalam peperangan Uhud.Namun dia tidak ikut serta dalam peperangan Badar karena waktu itu ia sedang melakukan tugas mengintai kafilah dan kekuatan lawan yang sedang dalam perjalanan dari negeri Syam. Tugas ini dalam rangka rencana Rasulullah untuk perang Badar.
         Rasulullah Saw tidak mau mengambil keputusan begitu saja sebelum ia mengetahui dan menguasai situasi dan kondisi. Setelah itu ia lalu menyusun taktik dan strategi.
         Rasulullah Saw dan para sahabat selalu merundingkan taktik dan strategi agar tidak disergap kekuatan lawan yang jauh lebih besar dan lebih lengkap peralatan perangnya, karena hal ini bisa berakibat fatal bagi pasukan Islam dan dakwah islamiah.
         Dalam tugas pengintaian tersebut, Said Ra ditemani oleh Thalhah bin Ubaidillah.
Sa'id memeluk agama Islam sebelum Umar ibnul Khattab. Istrinya adalah adik Umar sendiri, yaitu Fathimah binti Khattab.
         Zaid bin Amru bin Nufai, ayah Said termasuk orang yang meninggalkan penyembahan berhala sebelum Muhammad diutus menjadi nabi dan rasul. Zaid bin Amru bin Nufail mengumumkan keyakinannya itu secara terbuka di hadapan Quraisy. Ia berkata, "Wahai, kaum Quraisy apakah ada di antara kalian selain aku yang menganut agama Ibrahim?"

         Zaid bin Amru kemudian berkata kepada rekannya, Aamir, "Aku sedang menanti seorang nabi dari keturunan Ismail yang akan diutus. Aku kira aku tidak akan sempat melihatnya tapi aku beriman kepadanya dan menyakini kebenarannya. Aku bersyahadat bahwa dia adalah nabi. Jika kamu panjang umur dan sempat bertemu dengan dia sampaikan salamku kepadanya.
         Amru bin Nufai wafat ketika kaum Quraisy memperbarui bangunan Ka'bah sebelum diutusnya nabi Muhammad Saw. Itulah Amru bin Nufail yang telah meniggalkan tradisi Quraisy dari penyembahan berhala, minuman keras, permainan hiburan yang merusak dan beralih menyembah Allah dalam ajaran nabi Ibrahim.
        Dia menentang sekali penguburan hidup-hidup bayi perempuan. Dia berusaha mencegahnya dan berkata, "Jangan kamu membunuhnya. Aku yang akan memeliharanya. "Lalu diambilnya bayi itu dan diasuhnya sampai besar. Kemudian ditawarkan kepada ayahnya seraya berkata, "Kalau kamu mau mengambilnya sekarang silahkan dan kalau tidak aku akan tetap mengasuhnya."

        Allah Swt telah memberi hidayah kepada tiga orang tanpa melalui kitb atau nabi mereka , yaitu: (1) Zaid bin Amru bin Nufai; (2)Abu Dzar Alghiffari; (3) Salaman Alfarisi.
        Oleh karena itu tidaklah heran bila langkah-langkah yang ditempuh Zaid sejalan dengan ayahnya yang telah mengenal Tuhanya dan jiwanya pun  sarat dengan keimanan.
        Said adalah seorang pemberani, tidak takut celaan orang yang suka mencela selama dia di jalan Allah. Ia juga murah tangan dan dermawan, kuat menahan diri dari penyimpangan hawa nafsu dan termasuk orang yang dikabulkan doanya.
         Banyak dari kalangan lemah dan miskin berkumpul di rumahnya untuk mencari ketentraman dan keamanan. Di rumah Zaid mereka memperoleh makanan penghilang rasa lapar. Mereka juga mendapat keamanan dan ketenangan dari rasa takut.
         Memang benar apa yang dikatakan orang.  "Anak adalah rahasia ayahnya".
Zaid selalu mendampingi Rasulullah Saw. Pada waktu damai ia selalu berada di belakang Rasulullah Saw, dan berada di depannya saat perang.


Kehidupan Militer
          Seluruh kehiduannya dicurahkan untuk tugas-tugas bertempur. Dia juga termasuk kalangan orang-orang yang disebut sebagai "Prajurit tak dikenal."
Setiap kali dicalonkan untuk menjabat pemerintahan ia selalu menolak dan menyerahkan agar menunjuki orang lain saja. Hal ini disebabkan karena  ia ingin melanjutkan karir kemiliterannya dan ingin mati syahid di medan perang fisabilillah.
         Tawaran untuk diangkat sebagai gubernur Damaskus ditolaknya dengan suratnya kepada panglima pasukan Abu Ubaidah ibnul Jarrah. Inilah bunyi suratnya:
       "Salam kepada anda.
Aku bertahmid kepada Allah yang tiada Tuhan melainkan dia.
Amma ba'du

      Aku tidak mengutamakan anda dan kawan-kawan anda terhadap jihad yang aku tetapkan bagi diriku dan bagi segala sesuatu yang mendekatkan aku kepada keridhoan Robbku.
       Apabila surat ini sampai di tangan anda maka tunjuklah tugas yang anda tentukan itu kepada orang lain yang lebih menyukai jabatan tersebut daripada aku.
Insya Allah dalam waktu dekat ini aku akan datang menemui anda.

Salam untuk anda.

Suatu Pelajaran Yang Agung
          Said bin Zaid adalh ipar khalifah Umar ibnul Khattab Ra. Tetapi dia belum pernah berambisi ingin menduduki suatu jabatan atau menggunakan "kesempatan emas"  itu untuk menduduki suatu kedudukan.
          Dalam usianya yang sudah mencapai tujuh puluh tahun lebih Said, si prajurit yang selalu siap terjun ke medan perang lebih condong memilih pendekatan dirinya dengan masjid Rasulullah Saw. Di situ ia menunaikan shalat fardunya dengan khusyu dan sambil mengenang masa lalu.
          Said bin Zaid sangat dihormati dan di sayangi penduduk kota Madinah. Ia benci pada orang yang suka menzalimi dirinya sendiri dan suka menzalimi orang lain. Ia termasuk orang yang terkabul doanya (mujabul dakwah) apabila mendoa sesuatu.
          Pada suatu ketika seorang wanita bernama Arwa binti Aus menuduh Said menzaliminya dengan merampas tanahnya dan ia melaporkannya kepada penguasa kota Madinah yaitu Marwan ibnul Hakam.
          Said membela diri dengan mengucapkan, "Apakah patut aku menzaliminya sedang aku pernah mendengar Rasulullah Saw bersabda:
                 "Barang siapa menzalimi orang sejengkal tanah maka Allah akan melilitnya pada hari kiamat dengan tujuh lingkaran bumi."

           Lalu Said menengadahkan wajahnya ke langit dan berdoa: "Ya, Allah apabila dia menciptakan kebohongan jangan Engkau mematikannya kecuali sesudah dia buta dan Engkau menjadikan sumurnya sebagai kuburan.
           Tenyata Allah benar-benar mengabulkan doa Said. Wanita yang memang dikenal suka mnzalimi orang itu menjadi buta dan ia mati di dalam sumurnya.



Sa'ad Bin Abi Waqqash (orang pertama yang terkena panah fisabilillah)



Orang Paling Dahulu ke Arah Kebajikan
          Alah Swt berfirman:
                    "Dan orang-orang yang paling dahulu beriman. Mereka itulah orang yang ddidekatkan (kepada Allah)."   (Al Waaqiah 10-11)
Sa'ad  Ra berkata:
                  "Pada hari aku masuk islam tidak ada orang lain yang menyertaiku. Aku menanti seminggu lamanya dan sesungguhnya aku ini sepertiga Islam (artinya orang ketiga masuk Islam)."


Rasulullah Saw Bangga Terhadap Sa'ad
            Ada sebuah hadist yang diriwayatkan oleh Jaabir Ra. katanya, ketika Sa'ad datang kepada Nabi  Saw, baliau bersabda:
                     "Inilah saudara ibuku, hendaklah memelihatku sebagai anak pamanya."  (HR. Ibnu Abdil Birr)

           Sa'ad dari kabilah Zuhroh sama dengan ibu Rasulullah Saw dan Sa'ad anak paman Aminah (ibunda nabi Saw). Sa'ad adalah orang yang berbudi luhur, berakhlak mulia lagi teguh imannya.


Tabah Mengahadi Kekerasan dan 
Tahan Dalam Penderitaan
           Orang beriman pasti mengalami ujian dan cobaan. Ukuran keimanan tergantung dari kesabaran karena sabar adalah separo iman.
           Allah berfirman:
                           Alif Laam miim. Apakah manusia itu mengira bahwa mereka dibiarkan saja mengatakan:  "Kami telah beriman", sedang mereka tidak akan diuji lagi? Dan sesungguhnya Kami telah menguji orang-orang sebelum mereka. Maka sesungguhnya Allah mengetahui orang-orang yang benar dan sesungguhnya Dia mengetahui orang-orang yang dusta."
(Al Ankabut 1-3)
             Sa'ad berkata, "Ketika kaum muslimin dibaikot dan dikucilkan di Syi'ib Mekah, hampir tiga tahun lamanya yang kami makan bersama Rasulullah adalah daun-daunan sehingga kotoran kami menyerupai (kotoran) domba."
             Hampir tiga tahun lamanya mereka makan daun-daunan sehingga kedua sisi mulut mereka luka-luka. Tapi cobaan itu akhirnya berakhir dan kaum muslimin pun selamat.
Seorang mukmin yang diuji dengan kesusahan tentu akan diuji pula dengan kesenangan.
Rasulullah Saw bersabda:
                       "Aku lebih takut kalian menghadapi fitnah kesenangan daripada fitnah kesengsaraan."

            Banyak orang terseret ke jurang kerusakan karena harta kekayaan.
Firman Allah Ta'ala:
                     "Ketahuilah! Sesungguhnya manusia benar-benar melampaui batas. Karena dia melihat dirinya serba cukup."  (Al Alaq 6-7)


Beberapa Ayat Al Qur'an Turun
Menyangkut Sa'ad
            Ketika ibunya mengetahui Sa'ad masuk islam, ia begitu berang dan bersumpah tidak akan bicara dengan Sa'ad. Ia juga mogok makan dan minum sampai Sa'ad meninggalkan agamanya dan kembali kepada agama yang dianut Quraisy.
            Ibunya berkata kepada Sa'ad, "kamu pernah mengatakan bahwa Allah berpesan kepadamu agar kamu patuh kepada ibu bapakmu. Aku ini ibumu dan aku menyuruhmu ke luar Islam tapi kamu tidak mematuhinya."
Tetapi Sa'ad tetap berpegang teguh pada Islam sampai ibunya menderita kepayahan sesudah beberapa hari berpuasa. Dan jatuh pingsan dan dikhawatirkan meninggal. Dia mengutuk Sa'ad dan menyuruhnya kembali kepada kekafiran.
            Sa'ad kemudian disuruh keluarganya menjeguk ibunya dengan harapan bila melihat sendiri keadaan ibunya, hati Sa'ad akan lunak dan luluh. Tetapi Sa'ad berkata kepada ibunya, wahai ibu ku, demi Allah, jika ibu mempunyai seratus nyawa dan nyawa-nyawa itu hilang satu demi satu aku tidak akan meninggalkan agamaku karena ibu."
           Setelah yakin akan keteguhan hati putranya, ibu Sa'ad akhirnya membatalkan puasanya. Ia diberi minum oleh anaknya "Ammarah."
Setelah kejadian itu turunlah ayat Allah:
                     "Dan kami wajibkan manusia (berbuat) kebajikan kepada kedua orang ibu bapaknya, dan jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan Aku dengan sesuatu yang tidak ada pengetahuanmu tentang itu, maka janganlah kamu mengikuti keduanya."
(Al Ankabut 8)


Doa Nabi Saw Untuk Sa'ad
             Sa'ad berkata, "Rasulullah Saw mendoakan aku:
      "Ya, Allah jadikanlah sasaran panahnya jitu dan kabulkan doanya."
Lalu doa nabi Saw dikabulkan Allah Swt.

        Setiap kali Sa'ad melepas panahnya pasti jitu, mengenai sasaran, dan setiap berdoa, doanya pasti dikabulkan Allah Swt. Dalam semua peperangan dia mampu mengalahkan lawan.
Sa'ad adalah orang Islam pertama yang melepas panah kepada musuh Islam dan orang pertama pula yang terkena panah.


Sa'ad dan perang Al Qodisiyyah
         Karya terbesar Sa'ad ialah tercapainya kemenangan yang gilang-gemilang atas musuh mereka, tentara persi dalam peperangan Alqodisiyyah yang dahsyat.
         Ketika Sa'ad menjabat sebagai panglima perang, dia memimpin pasukan pilihan yang terdiri dari 30.000 lebih tentara. Dia antara mereka 99 orang peserta perang Badar dan 318 orang dari yang berbait kepada Rasulullah (baiat Arridhwan) dan yang sebelumnya, dan 300 orang dari mereka yang membuka (menguasai) Mekah dan 700 orang putra-putra para sahabat.
        Menjelang pertempuran dahsyat perang Alqodisiyyah melawan tentara kerajaan Persi, Sa'ad sakit dan semakin parah sakitnya. Ia menderita kejang otot kaki dan bisul-bisul sehingga tidak memungkinkanya menunggang kuda. kemudian dia mengangkat Khalid bin Arfathah sebagai penggantinya dan menulis surat kepada para komandan pasukan. Isi surat itu berbunyi:
                   "Aku telah mengangkat Khalid bin Arfathah sebagai penggantiku. Aku berhalangan karena sakit di kakiku dan timbulnya bisul-bisul. Tetapi aku tetap mengarahkan wajah dan diriku untuk mengikuti jalan pertempuran. Dengarkan dan taati kepemimpinannya, dia yang memerintahkan tetapi mengerjakan perintahku."

        Perang Alqadisiyyah berlangsung beberapa hari lamanya.
Ketika kedua pasukan yang berhadapan itu akan memulai pertempuran, Sa'ad Ra memerintahkan agar pasukan tetap berada di tempat sampai selesai shalat dhuhur. Bila shalat selesai maka Sa'ad akan bertakbir dan pasukan ikut bertakbir dan bersiap siaga.
        Takbir Sa'ad yang kedua diikuti oleh pasukan yang segera memakai perlengkapan perang. Takbir Sa'ad yang ketiga diikuti pula dan pasukan berkuda bersiap diri. Takbir keempat diikuti pula dan seluruh pasukan menyerbu dan berbaur dengan pasukan musuh sambil mengucapkan:
                "Tidak ada daya dan kekuatan kecuali dengan Allah."

       Di sisi tampak kebesaran jiwa dan mental Sa'ad dalam memimpin pasukan dan terlihat pula kepandaiannya dalam menyusun taktik dan strategi pertempuran (perang). Dan akhirnya peperangan berakhir dengan kemenangan besar untuk kaum muslimin.
       Sa'ad mengirim seluruh laporan termasuk nama-nama orang yang mati syahid kepada khalifah Umar ibnul Khattab di Madinah.
Setelah beristirahat selama dua bulan, Sa'ad dan pasukan muslim melanjutkan serbuannya ke negeri Persi dan berhasil menguasai ibu kotanya yang terletak di sebelah timur sungai Dajlah, pada bulan Jumadil awal tahun 15 Hijriah.
      Istana raja mereka masuki dan tempat pemujaan api dalam ruangan istana (yang menjadi pusat penyembahan kaum mujusi) dipadamkan apinya dan diganti dengan dibangunnya sebuah mesjid.


Sa'ad Diangkat Gubernur Alkufah
         Setelah kemenangan demi kemenangan dapat dicapai oleh khalifah Umar Ra, Sa'ad diangkat menjadi gubernur Alkufah, Irak.
Sebagaimana lazimnya yang dialami orang-orang besar, Sa'ad pun tidak terlepas dari fitnah. Banyak laporan yang disampaikan kepada Amirul Mukminin, Umar Ra. Di antaranya disebutkan bahwa Sa'ad kurang khusyu (tekun) dalam shalatnya (sebagai imam).
         Sa'ad Ra lalu dipanggil ke Madinah. Ia menerangkan kepada Umar Ra bahwa yang dilakukannya adalah sesuai contoh shalat Nabi Saw, yaitu membaca surat yang panjang pada dua rakaat pertama dan bediri singkat pada rakaat-rakaat berikutnya. Dia tidak mengurangi dari apa yang bisa dilakukan Rasulullah Saw.
         Agar tidak menimbulkan fitnah di negeri yang baru dikuasai kaum muslimin, maka Sa'ad diberhentikan dari jabatanya, tapi kepercayaan Umar terhadap Sa'ad tetap kokoh dan utuh.
        Menjelang wafatnya Umar Ra, Sa'ad ditunjuk sebagai angota syura dan Umar juga berkata, "Apabila Sa'ad yang terpilih menjadi khalifah oleh majelis Syura baiklah, dan kalau tidak maka aku pesan kepada khalifah sesudahku agar mengangkat Sa'ad kembali untuk memangku jabatan. Sesungguhnya aku meberhentikan Sa'ad dari jabatannya bukan karena dia  lali atau berkhianat."

       Kemudian Utsman Ra melaksanakan wasiat Umar Ra dan mengangkat Sa'ad kembali sebagai gubernur Alkufah.
Tak lama sesudah memangku jabatannya yang kedua, ia mengundurkan diri dan menjauhkan diri dari kesibukan kemasyarakatan dan pemerintahan karena dilihatnya kini dikalangan kaum muslimin sudah banyak terjadi perubahan dan pergeseran nilai.
        Sa'ad Ra tidak membela diri terhadap segala macam tuduhan keji terhadap dirinya. Dia percaya terhadap dirinya sendiri dan dia yakin bahwa dia tidak pernah melanggar perintah dan larangan Allah. Oleh karena itulah, dia tidak memperdulikan tuduhan-tuduhan itu kecuali dengan berdoa kepada Allah:
              "Ya, Allah apabila orang yang memfitnah dan menundukkan itu karena riya, dusta dan ingin mendapat nama, maka butakanlah matanya, banyakkanlah anak-anaknya dan biarkanlah dia menerima balasan fitnah.

        Ternyata Allah Saw mengabulkan doanya. kenapa tidak? Karena Rasulullah Saw telah memohon kepada Allah agar doa Sa'ad dikabulkan.
Diriwayatkan oleh ibnul Atsir bahwa orang yang memfitnah Sa'ad tersebut menjadi buta, beranak sepuluh orang perempuan dan bila mendengar suara istrinya dia pegang erat-erat dan memaki-makinya seraya berkata, "Ini semua karena doa Sa'ad orang yang diberkahi."  Hidup orang itu menjadi menderita dan tersiksa.



Menjauhkan Diri Dari Fitnah
        Sesudah terbunuhnya khalifah ketiga, Utsman bin Affan Ra maka terjadilah fitnah besar. Kaum muslimin terpecah menjadi dua kubu yaitu pendukung Ali bin Abi Thalib Ra dan pendukung Muawiyah bin Abi Sufyan Ra.
       Hanya sebagian kecil yang memilih jalan selamat dari fitnah, diantara Sa'ad bin Abi Waqqash Ra.
Sa'ad yang pernah dicalonkan oleh Umar ibnul Khattab Ra untuk menjadi khalifah menolak jabatan itu dan menolak dirinya memihak kepada salah satu kubu. Ia bahkan menolak tawaran Muawiyah untuk menjadi pendukungnya seraya berkata, "Saya meninginkan sebilah pedang. Bila aku pukulkan kepada orang mukmin maka pedang tidak akan melukainya dan bila aku pukulan kepada orang kafir dia akan terpotong."


Wafatnya Sa'ad
        Ibnu Hajar meriwayatkan dari Amir bin Saad yang berkata, "Saad adalah orang terakhir dari kalangan Muhajirin yang wafat (yang dimaksut dari kalangan pria saja). Menjelang wafatnya dia minta diambilakn jubah dari wol (bulu domba) dan berpesan:
                  "Kafanilah aku dengan kain wol ini karena waktu berperang melawan kaum musrikin pada perang Badar aku memakainya, dan memang aku sengaja menyimpannya untuk keperluan tersebut."
Rahmat Allah bagimu hai Sa'ad.


Jumat, 14 September 2012

Abdurrahman bin Auf (Pedagang Besar Yang Sukses)


Orang Ketujuh dari Kesepuluh Orang yang Dikabarkan 
Masuk Surga

           Abdurrahman bin Auf adalah kawan akrab Abubakar Assiddiq Ra. Oleh karena itu Abubakar menawarkan Islam kepadnya, Abdurrahman langsung menerimanya.
Dalam sejarah Islam dia dicatat sebagai orang kedelapan yang pertama masuk Islam dan orang kelima yang diislamkan Abubakar Ra.
            Perang Uhud telah memberi bekas lebih dari dua puluh luka dalam tubuhnya dan salah satu lukanya menyebabkan dia pincang. Perang Uhud juga menyebabkan beberapa giginya rontok sehingga mempengaruhi ucapan dan tutur katanya.
            Dalam lubuk hatinya telah terhujam hijrah dan jihadnya fisabilillah semata-mata untuk mengibarkan panji Islam dan untuk meninggikan kejayaannya.
Abdurrahman telah mengenal jalan ke surga. Oleh karena itu ia ingin memperolehnya dengan pemberian dan pengorbanan. Pemberian dan pengorbanan dengan seluruh harta dan jiwa raganya. Pengorbanan dengan jiwa raga adalah puncak dari segala kemurahan hati.
            Abdurrahman bin Auf menyatakan keislamannya sebelum Rasulullah Saw menetapkan rumah Alarqam bin Abi Alarqam sebagai pusat dakwah.


Seorang Pedangan Ilahi Rahmani
         Abdurrahman sangat mahir berdagang. Ia menguasai perekonomian dan keuangan. lagi pula hidupnya selalu disertai dengan kemujuran taufik dan barokah.
         Dia pernak berkata, "Anda akan melihat aku, tiap saat aku mengangkat batu aku berharap menemukan di bawahnya emas atau perak."
         Tapi kegiatannya dalam perdagangan tidak menghambat pelaksanaan akidahnya yang telah diyakini dan diperjuangkannya. Selalu siap menanggung resiko dan akibatnya.


Berhijrah Kepada Allah
          Setelah gangguan dan siksaan Quraisy mengganas, Abdurrahman pergi hijrah ke Habasyah. Sekembalinya dari Habasyah ia mendapat gangguan dan gangguan itu semakin memuncak tatkala dia hijrah kembali ke Habasyah untuk kedua kalinya. Hijrahnya ini ia lakukan karena keadaannya sudah sangat tertindas.  Bukankah caranya melarikan diri itu membuktikan kelemahan jiwanya?
           Ya, memang benar, tapi dia melarikan diri untuk mempertahankan dan menyelamatkan agamanya. Dia melarikan diri kepada Allah Robbul Alamin dari cengkraman manusia-manusia yang sesat. Itu adalah hak kaum lemah di muka bumi untuk menyelamatkan agama mereka sedapat mungkin agar mereka dan dakwahnya tidak dibantai dalam buaian.
           Bumi Allah itu amat luas dan barang siapa berhijrah di jalan Allah, niscahnya mereka mendapati di muka bumi ini tempat hijrah  yang luas dan rezeki yang banyak.
           Itulah isyarat dari Al Qur'an bagi orang yang mampu berupaya dan mendapat jalan yang mudah.
Allah Ta'ala berfirman:
                    "Sesungguhnya orang-orang yang di wafatkan malaikat dalam keadaan menganiaya diri sendiri, (kepada mereka) malaikat bertanya: "Dalam keadaan bagaimana kamu ini?"  Mereka menjawab: "Adalah kami orang-orang yang tertindas di negeri (Mekah). "Para malaikat berkata: "Bukankah bumi Allah itu luas, sehingga kamu dapat berhijrah di bumi itu?"  Orang-orang itu tempatnya neraka jahannam itu seburuk-buruk tempat kembali.

"Kecuali mereka yang tertindas baik laki-laki atau wanita ataupun anak-anak yang tidak mampu berdaya upaya dan tidak mengetahui jalan (untuk hijrah)."

"Mereka itu mudah-mudahan Allah memaafkannya. Dan adalah Allah Maha Pemaaf lagi Maha Pengampun."

"Barang siapa berhijrah di jalan Allah, niscahya mereka mendapati di muka bumi ini tempat hijrah yang luas dan rezeki yang banyak. Barang siapa ke luar dari rumahnya dengan maksud berhijrah kepada Allah dan rasulNya, kemudian kematiannya menimpanya (sebelum sampai ke tempat yang dimaksud), maka sungguh telah tetap pahalanya di sisi Allah. Dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang."   (An Nisaa 97-100)

        Abdurrahman bin Auf adalah salah seorang pilar dakwah Islamiah dan salah seorang yang dibina dan dipersiapkan Nabi Saw untuk membawa panji dan penyebaran agama Islam. Ketika hijrah ke Madinah seluruh harta kekayaan dan perdaganganya disita dan dirampas Quraisy, penguasa Mekah.
       Begitu pula halnya dengan harta kekayaan Shuhaib Arrumi. Hartanya di sita sebagai imbalan dan syarat diijinkanya berhijrah.
          Ketika mendengar peristiwa tersebut Nabi Saw bersabda:
                                      "Demi Allah, Shuhaib beruntung."
   
Abdurrahman Memulai Yang Lebih Tinggi dari
Kekayaan Dunia
          Di kota Madinah kaum Muhajirin dan Ansor hidup rukun sekali. Dukungan serta bantuan dari kaum Ansor sangat besar sehingga tidak pernah ada pertolongan yang sebesar itu dalam sejarah sebelumnya.
          Kaum Ansor mengutamakan kaum Muhajirin di atas kepentingan diri mereka sendiri walaupun mereka dalam kesusahan dan kesempitan. Tapi kaum Muhajirin tidak ingin selalu menjadi beban orang lain karena Islam membina umat ke arah hidup mulia, terhormat dan mendorong orang bekerja dan berusaha.
          Kaum Ansor petani, sedangkan kaum Muhajirin pada umumnya pedagang.
Rasulullah Saw mempersaudarakan kaum Muhajirin dan kaum Ansor. Abdurrahman bin Auf dipersaudarakan dengan Sa'ad ibnu Arrabil Alausari, orang yang kaya raya.
Saad berkata kepada Abdurrahman, "Hartaku seluruhnya separoh untuk kamu dan aku akan berusaha mengawinkan kamu."
          Abdurrahman menjawab, "Semoga Allah memberkahi keluarga dan harta mu. Tunjukkan saja dimana tempat pasar perdagangan di Mekah?"
Sa'ad menjawab, "Oh baiklah, ada, yakni pasar bani Qainuqaa."

          Abdurrahman memulai usahanya dengan berdagang keju dan minyak samin. Tak lama kemudian dia sudah dapat mengumpulkan sedikit uang dari hasil keuntungan daganganya.
Rasulullah Saw bertanya kepadanya, "Apakah kamu sudah menikah?"
Abdurrahman menjawab, "Benar, Ya Rasulullah."
Nabi Saw bertanya, "Dengan siapa?"
Abdurrahman menjawab, "Dengan wanita dari Ansor."
Nabi Saw bertanya, "Berapa mahar yang kamu berikan?"
Abdurrahman menjawab, "Sebutir emas" (maksudnya emas seperti dan seberat sebutir kurma).
Nabi menyuruhnya, "Adakah walimah meskipun dengan seekor domba."
Lalu Abdurrahman mengundang kaum Muhajirin dan Ansor dalam suatu walimah sebagai pengumuman tentang perkawinannya.
           Rasulullah Saw menghendaki kaum muslimin meneladani perjuangan, usaha dan kerja Abdurrahman bin Auf yang telah berhasil merintis jalan ke arah hidup mulia dan terhormat. Tangn di atas lebih baik dari tangan yang di bawah, seperti yang disabdakan Rasulullah Saw:
                       "Tiada ada sesuatu makanan yang baik melebihi apa yang dihasilkan dari usahanya sendiri. Nabi Allah Daud makan dari usahanya sendiri."      (HR. Bukhari)

"Seorang yang mencari kayu lalu memangulnya di atas pundaknya lebih baik baginya dari mengemis yang kadang kala diberi atau ditolak."        (HR. Bukhari)

Nabi Saw bertanya, "Penghasilan apa yang paling baik?"
Maka beliau menjawab, "Apa yang dihasilkan orang dari pekerjaan tangannya dan semua jual beli mabrur."    (HR. Bukhari dan Al-Hakim)

            Dengan anjuran dan bimbingan Nabi Saw, kaum muslimin bangkit. Di antara mereka ada yang menjadi petani, pedagang, pandai besi, penjahit, buruh pekerja dan lain-lain, dan tidak seorangpun yang menganggur.
            Kegiatan dan gerakan itu diikuti oleh kaum wanita. Seorang wanita datang kepada Nabi Saw sambil membawa sehelai mantel untuk dihadiahkan kepada beliau , seraya berkata, "Ya Rasulullah Saw mantel ini aku tenun sendiri dengan tanganku." Rasulullaj menerima hadiahnya itu (HR. Bukhari)
            Abdurrahman bin Auf sukses dalam perdagangannya dengan mengikuti petunjuk-petunjuk Nabi Saw. Ia selalu menghiasi dirinya dengan adab sopan islami sehingga Allah memberkahinya dan menbimbing langkah-langkahnya.
            Setelah menjadi orang kaya raya, Nabi Saw berkata kepadanya, "Hai Abdurrahman ibnu Auf, kamu sekarang menjadi orang kaya dan kamu akan masuk surga dengan merangkak (mengingsur). Pinjamkanlah hartamu kepada Allah agar lancar kedua kakimu."  (HR. Alhaakim dalam Amustadrak)
            Pesan-pesan Nabi Saw tersebut amat menyentuh hatinya, oleh karena itu sejak saat itu dia banyak beramal sodakoh dan Allah melipat gandakan kekayaannya.
Dia bersaing dengan Utsman bin Affan dalam membiayai pasukan Islam yakni dengan menyerahkan separoh kekayaannya kepada Rasulullah Saw.
           Ketika menerimanya, Nabi Saw berdoa:
                    "Semoga Allah memberkahi dalam apa yang kamu tahan dan kamu berikan."
Kemudian turun ayat firman Allah Swt:
                    "Orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah, kemudian mereka tidak mengiringi apa yang dinafkahkannya itu dengan menyebut-nyebut pemberiannya dan dengan menyakiti (perasaan si penerima) mereka memperoleh pahala di sisi Rabb mereka. Tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak pula mereka bersedih hati."

        Ketika telah dekat ajalnya Abdurrahman ibnu Auf berwasiat agar setiap kaum muslimin peserta perang Badar yang masih hidup di beri empat ratus dinar dari harta warisannya, dan ternyata peserta perang Badar yang masih berjumlah seratus orang, termasuk Utsman Ra dan Ali Ra.
        Dia juga berwasiat agar sejumlah besar uangnya diberikan kepada ummahatul mukminin (janda-janda Nabi Saw), sehingga Aisyah berdoa:
                         "Semoga Allah memberi minum kepadanya air dari mata air Salsabil di surga."

        Dan Ali Ra berkata sesudah Abdurrahman wafat. Katanya, "Pergilah wahai ibnu Auf. Kamu telah memperoleh jernihnya dan telah meninggalkan kepalsuannya (keburukannya)."  (HR. Al Haakim)
        Ini berarti Abdurrahman ibnu Auf telah memperoleh pahala dari harta yang diinfakkannya, dan ia meninggalkan akibat buruk dari harta yang ditinggalkannya.


Cita-cita Yang Lebih Tinggi dari kekayaan Dunia
         Imam Ahmad meriwayatkan dari Anas Ra:
                        "Ketika Siti Aisyah Ra sedang di rumahnya dia mendengar suara gaduh menggema di kota Madinah. Aisyah bertanya, "Kejadian apa itu?"
         Dijawab, "Kafilah unta milik Abdurrahman bin Auf tiba dari Syam membawa segala macam barang sebanyak tujuh ratus unta."
         Aisyah berkata, "Aku pernah mendengar Nabi Saw bersabda: "Aku lihat Abdurrahman bin Auf memasuki surga dengan merangkak."
         Ucapan Aisyah sampai kepada Abdurrahman, lalu dia berkata: "Kalau bisa aku akan masuk surga dengan melangkah (berjalan kaki)."
Lalu di bagikannya seluruhnya, muatan dan segala isinya fisabilillah.
         Ketika wafat jenazah Abdurrahman bin Auf disholati oleh Utsman Ra dan diusung oleh Sa'ad bin Abi Waqqash Ra. Ia wafat dalam usia 75 tahun dan dimakamkan di pemakan Albaqii.







Minggu, 09 September 2012

Azzubair Ibnul Awwam (pengikut setia rasulullah Saw)




            Mereka adalah dua serangkai. Bila yang seorang disebut maka yang kedua pun disebut. Mereka sama-sama beriman pada tahun yang sama dan wafat dalam tahun yang sama pula.
Kedua-duanya tergolong kesepuluh orang yang "  Mubasysyari bil Jannah".
           Azzubair masuk Islam dalam usia lima belas tahun dan ia hijrah dalam usia delapan belas tahun sesudah menderita penganiayaan dan siksaan bertubi-tubi karena mempertahankan keimanannya.
Pamannya sendirilah yang menyiksanya . Azzubair digulung ke dalam tikar, lalu kakinya digantung di atas dan dibawah kepalanya ditaruh api yang membara. Pamanya berkata, "Kembali kamu pada penyembah berhala!"
           Tapi Azzubair menjawab, "Saya tidak akan kembali kafir lagi sama sekali."


Peperangan Pertama Antara Syirik dan iman
             Azzubair adalah prajurit dakwah yang selalu menyandang senjata untuk melawan oarng-oarng yang menghendaki gugurnya dakwah islamiah selagi dalam kandungan. Kepahlawanannya telah tampak pertama kali pada waktu perang Badar.
            Dalam peperangan itu, pasukan Quraisy menepatkan pendekarnya di barisan terdepan yang dipimpin  Ubaidah bin Said Ibnul Aash. Dia dikenal sebagai seorang yang paling berani, paling pandai dalam menunggang kuda dan paling kejam terhadap lawan. Kaum Quraisy sengaja menepatkannya di barisan terdepan untuk menantang pahlawan-pahlawan berkuda kaum muslimin.
           Azzubair segera memandang ke arah Ubaidah. Ternyata seluruh tubuhnya berbalut senjata (baju besi) sehingga sulit ditembus dengan senjata. Yang tampak dari Ubaidah hanya kedua matanya saja.
Azzubair berpikir bagaimana caranya mengalahkan musuhnya yang berbaju besi itu dan ia menemukan cara yang jitu. Setelah siap, Azzubair terjun ke medan tempur dan terjadilah perang tanding yang seru sekali.
           Dalam dua kali putaran Azzubair mengarahkan lembingnya ke mata Ubaidah dan berhasil menusuk kedua mata itu sampai ke belakang kepalanya. Ubaidah, pendekar Quraisy itu berteriak dan terjatuh tersungkur tanpa gerak. Menyaksikan terbunuhnya Ubaidah yang tragis, barisan kaum musyrikin ketakutan.
          Lembing milik Azzubair kemudian diminta oleh Rasulullah Saw. lembing itu kemudian berada di tangan Abubakar, Umar, Utsaman, Ali dan Abdullah ibnu Azzubair meminta lembing itu untuk disimpanya.
          Terbunuhnya pendekar Quraisy Ubaidah menambah semangat juang umat Islam dalam setiap peperangan dan mereka selalu dapat memenangkannya.


Rasulullah Saw Sangat Mencintai Azzubair
          Rasulullah Saw merasa bangga terhadap Azzubair, dan ia bersabda:
                           "Setiap nabi mempunyai pengikut pendamping yang setia (Hawari) dan hawariku adalah Azzubair ibnul Awwam."

          Kecintaan Rasulullah Saw kepada Azzubair bukan hanya disebabkan ia anak bibi Rasulullah Saw atau karena suami dari Asma (putri Abubakar) yang pernah mengantar makanan ke gua Thur untuk Nabi Saw dan Abubakar, tapi karena Azzubair memang seorang pemuda yang setia, ikhlas, jujur, kuat , berani, murah tangan dan telah menjual diri dan hartanya kepada Allah Swt.
          Dia orang yang berkarakter tinggi dan berakhlak mulia. Keberanian dan kedermawanannya berimbang seperti seekor kuda balap yang sedang berpacu.
Dia adalah seorang pengolah perdagangan yang berhasil dan hartawan, tapi hartanya selalu diinfakkan untuk perjuangan Islam. Bahkan ia wafat dalam keadaan menanggung hutang.
         Jika tawakkalnya kepada Allah amat kuat dan ketika mendekati ajalnya, ia berwasiat kepada anaknya, Abdullah agar melunasi hutang-hutangnya.


Yang Pertama Menyambut Panggilan Jihad
              Bila diserukan "Ayo berjihad fi sabilillah!" Maka ia akan segera menjadi orang pertama yang datang menyambut seruan itu.  Oleh karena itulah, Azzubair selalu mengikuti seluruh peperangan bersama Rasulullah Saw. Selama hidupnya ia tidak pernah absen berjihad.
             Ketika kaum muslimin mengepung perbentengan bani Quraidah yang kokoh dan sulit dikuasai, Azzubair bersama Ali bin Abi Thalib menyeru dengan memanjat benteng tersebut. Dengan berani ia membuka pintu-pintu benteng itu sehingga kaum muslimin dapat memasuki dan menguasai perbentengan tersebut.
             Begitu pula kesigapan Azzubair dalam menyambut seruan jihad pada perang Alahzaab dan peperangan lainya sehingga bila Rasulullah Saw melihatnya, beliau tersenyum ridho dan gembira, seraya berkata:
              "Tiap nabi mempunyai kawan dan pembela setia (Hawari) dan di antara hawariku adalah Azzubair."
Azzubair tercatat dalam rombongan yang pernah hijrah ke negeri Habasyah sebelum hijrah ke Madinah.


Seorang Bernilai Seribu Orang
            Ketika Amru ibnul Aash meminta bala bantuan tentara kepada Amirul Mukminin, Umar ibnul Khattab, untuk memperkuat pasukan memasuki negeri Mesir dan mengalahkan tentara Romawi yang pada waktu itu menduduki Mesir, Umar Ra mengirim empat  ribu prajurit yang dipimpin oleh empat orang komandan, dan ia juga menulis surat yang isinya:
     "Aku mengirim empat ribu prajurit bala bantuan yang dipimpin empat orang sahabat yang terkemuka dan masing-masing bernilai seribu orang. Tahukah anda siapa empat orang komandan itu? Mereka adalah Azzubair ibnul Awwam, Ubadah ibnu Assamit, Almiqdaad ibnul Aswad dan Maslamah bin Mukhallid."

          Ketika menghadapi benteng Babilion, kaum muslimin sukar membuka dan menguasainya. Azzubair Ra memanjati dinding benteng dan tangga. Lalu ia berseru "Allahu Akbar" dan disambut dengan kalimat tauhid oleh pasukan yang berada di luar benteng. Hal ini membuat pasukan musuh gentar, panik dan meninggalkan pos-pos pertahanan mereka sehingga Azzubair dan kawan-kawanya bergegas membuka pintu gerbang maka tercapailah kemenangan yang gilang gemilang pada kaum muslimin.


Wafatnya Azzubair Ra
            Ketika terjadi pertempuran hari "Aljamal" antara pasukan yang dipimpin Siti Aisyah Ra dengan pasukan Ali bin Abi Thallib Ra, Azzubair bertemu dengan Ali dan menyatakan dirinya tidak lagi memihak dan akan berusaha mendamaikan kedua pasukan itu.
            Setelah itu maka dia pun pergi. Tetapi ternyata dia dibuntuti oleh beberapa orang yang menginginkan berlanjutnya fitnah dan peperangan. Azzubair ditikam ketika sedang menghadap Allah (dalam keadaan menunaikan shalat)



Selesai_



Thalhah Bin Ubidillah (Syahid yang masih hidup)




       Kemurahan dan kedermawanan Thalhah bin Ubaidillah patut kita contoh dan kita teladani. Dalam hidupnya ia mempunyai tujuan utama yaitu bermurah dalam pengorbanan jiwa.
Thalhah bin Ubaidillah merupakan salah seorang dari delapan orang yang pertama masuk islam, dimana pada saat itu satu orang bernilai seribu orang.
      Sejak awal keislamannya sampai akhir hidupnya dia tidak pernah mengingkari janji, janjinya selalu tepat. Ia juga dikenal sebagai orang jujur, tidak pernah menipu apalagi berkhianat.
Thalhah masuk Islam melalui anak pamannya, Abibakar Assiddiq Ra.


Mengucapkan Dua Kalimat Syahadat
       Dengan disertai Abubakar Assiddiq, Thalhah pergi menemui Rasulullah Saw. Setelah berhasil jumpa dengan Rasulullah Saw Thalhah mengucapkan niatnya hendak ikut memeluk Dinul haq, Islam. Maka Rasulullah Saw menyuruhnya mengucapkan dua kalimat syahadat.
      Setelah menyatakan keislamannya di hadapan Muhammad Saw, Thalhah dan Abubakar Ra pun pergi. Tetapi di tengah jalan  mereka dicegat oleh Nofel bin Khuwalid yang dikenal dengan "Singa Quraisy", yang terkenal kejam dan bengis. Nofel kemudian memanggil gerombolannya untuk menangkap mereka. Ternyata Thalhah dan Abubakar tidak hanya ditangkap saja. Mereka diikat dalam satu tambang. Semua itu dilakukan Nofel sebagai siksaan atas keislaman Thalhah.
       Oleh karena itu Thalhah dan Abubakar Ra dijuluki "Alqorinan" atau "dua serangkai". Dan sesudah masuk islam Thalhah selalu mendampingi Rasulullah Saw.
       Riwayat hidup Thalhah merupakan hembusan angin yang harum dalam rangkaian sejarah yang agung penuh keteladanan. Oleh karena itu alangkah patutnya bila kita menerapkan sejarah lama untuk masa kini dan merintis jalan yang pernah ditempuh pendahulu kita serta beriman sebagaimana mereka beriman, dan berjihad sebagaimana mereka berjihad.
       Nasib agama kita akan membaik bila kita menempuhnya dengan cara yang ditempuh para pendahulu kita, sebagaimana yang Allah firmankan:
                         "Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat peringatan bagi orang-orang yang mempunyai akal atau yang menggunakan pendengarannya sedang dia menyaksikannya."  (Qaaf 37)

      Thalhah adalah seseorang lelaki yang gagah berani, tidak takut menghadapi kesulitan, kesakitan dan segala macam ujian lainnya. Ia orang yang kokoh dalam mempertahankan pendirian meskipun ketika di jaman jahiliah.
      Ketika pergi ke Syam ia singgah sebentar di Bushra. Di situ ia mendengar ada seorang pastur yang sedang mencari orang yang berasal dari Mekah. Mengetahui hal itu maka Thalhah segera mendekati pastur itu. Ternyata pastur itu menanyakan tentang kemunculan seorang lelaki bernama Ahmad bin Abdullah bin Abdulmuttalib di Mekah, karena kini sudah saatnya dia muncul.
      Setelah pulang dia bertemu Abubakar dan masuk islam sesudah Utsman bin Affan.
Sewaktu perang Badar Thalhah tidak ikut bertempur di medan laga karena pada waktu itu ia diberi tugas khusus oleh Rasulullah Saw sebagai pengintai kafilah Quraisy yang tengah menuju daerah Alhaura.



Perang Uhud
       Bila diingatkan tentang perang Uhud Abubakar Ra selalu teringat pada Thalhah. Ia berkata, "Perang Uhud adalah harinya Thalhah. Pada waktu itu akulah orang pertama yang menjumpai Rasulullah Saw. Ketika melihat aku dan Abu Ubaidah, baginda berkata kepada kami: "Lihatlah saudaramu ini."  Pada waktu itu aku melihat tubuh Thalhah terkena lebih dari tujuh puluh tikaman atau panah dan jari tangannya putus.
       Bagi bangsa Quraisy perang Uhud merupakan tindak balas atas kekalahannya sewaktu perang Badar. Pada waktu pertempuran Uhud kaum muslimin telah memperoleh kemenangan . Pasukan kafir Quraisy kocar-kacir dan mundur dari medan perang. Tapi ketika kaum muslimin melihat mereka mundur, para pemanah yang bertugas di bukit menutup jalur belakang segera berlari turun. Mereka kemudian mengumpulkan barang-barang peninggalan musuh. Mereka mengira pertempuran telah berakir.

       Ternyata pasukan musuh menerobos dari jalur belakang pasukan muslimin benar-benar telah lengah sehingga mereka dapat dipukul dari dua arah, maka mendadak mereka menjadi panik dan tak tahu harus berbuat apa. peristiwa ini akibat dari kesalahan pasukan pemanah yang ditugaskan Rasulullah Saw untuk melindungi pasukan muslimin dari serangan musuh yang berasal dari arah belakang.
       Pertempuran sengitpun terjadilah. Kaum musrikin benar-benar ingin balas dendam. Mereka masing-masing mencari orang yang pernah membunuh keluarga mereka sewaktu perang Badar. Mereka berniat akan membunuh dan memotong-motongnya dengan sadis.

       Semua musyrikin berusaha mencari Rasulullah Saw. Dengan pedang-pedangnya yang tajam dan mengkilat mereka terus mencari Rasulullah Saw. Mereka amat gemas, benci dan penasaran karena sewaktu hijrah ke Madinah  mereka tidak berhasil menemukan Muhammad. Kini, pada saat perang Uhud mereka dengan dendam membara terus mencarinya. Tetapi kaum muslimin melindungi Rasulullah Saw. Mereka melindungi baginda Muhammad Saw dengan tubuhnya dan segala daya. Mereka rela terkena sabetan, tikaman pedang dan anak panah.
       Tombak dan panah menghujam mereka, tetapi mereka tetap bertahan melawan kaum musrikin Quraisy. hati-hati mereka berucap dengan teguh, "Aku korbankan Ayah Ibuku untuk engkau, ya Rasulullah."
       Salah satu diantara mujahid yang melindungi Nabi Saw dengan tulus ikhlas adalah Thalhah. Ia berperawakan tinggi kekar. Ia ayunkan pedangnya ke kanan dan ke kiri. Ia melompat ke arah Rasulullah yang tubuhnya telah berdarah. Di peluknya tubuh baginda dengan tangan kiri dan dadanya. Sementara pedang yang ada di tangan kanannya ia ayunkan ke arah lawan yang mengelilingi seperti laron yang tidak memperdulikan maut.
        Alhamdulillah Rasulullah selamat. Peristiwa ini merupakan pelajaran dan pengalaman pahit yang tidak terlupakan.
         Itulah sekilas uraian tentang keteguhan dan pengorbanan Thalhah melindungi RasulNya. Thalhah memang merupakan salah  seorang pahlawan  dalam barisan perang Uhud. Ia siap berkorban membela Nabi Saw. Ia memang patut ditempatkan pada barisan depan karena Allah telah menganugerahkan kepada dirinya tubuh yang kuat dan kekar, keimanan yang teguh dan keikhlasan pada agama Allah.
         Akhirnya kaum musyrikin pergi meninggalkan medan perang. Mereka mengira Rasulullah Saw telah tewas.
         Alhamdulillah, Rasulullah Saw selamat walaupun dalam keadaan menderita luka-luka. Baginda di papah oleh Thalhah menaiki bukit yang ada di ujung medan pertempuran. Tangan, tubuh dan kakinya diciumi oleh Thalhah, seraya berkata, "Aku tebus engkau Ya Rasulullah dengan ayah ibuku."
Nabi tersenyum dan berkata, "Engkau adalah Thalhah kebajukan."
Di hadapan para sahabat Nabi Saw bersabda, "Keharusan bagi Thalhah adalah memperoleh ..." Yang dimaksut nabi Saw adalah memperoleh surga.
          Sejak peristiwa Uhud itulah Thalhah mendapat julukan "Burung elang hari Uhud."


Ketika Thalhah Hijrah
            Pada waktu hijarah ke Madinah Rasulullah Saw pergi dengan Abubakar Ra, sedangkan Ruqayah, putri Rasulullah Saw pergi dengan suaminya, Utsman Ra. Adapu zainab, putri sulung Rasulullah  tidak hijrah karena ia menetap di Mekah bersama suaminya Abdul Aash ibnu Arrabi yang masih kafir.
           Adapun Ummu Kaltum dan fathimah tengah menunggu orang yang akan menemani dan mengawal mereka sehingga bisa selamat sampai kota Madinah. Dan Thalhah mendapat kehormatan untuk menyertai mereka.
           Pengawalan kafilah diserahkan kepada Zaid bin Haarithah dan Utsman bin Zaid. kafilah berangkat ke Madinah, mereka yang ikut serta dalam rombongan itu antara lain Fathimah, ummu Kalthum dan istri Rasulullah Saw Ummul mukminin yaitu Saudah binti Zum'ah dan Ummu Aiman Ra.


Thalhah Yang Dermawan
           Pernahkah anda melihat sungai yang airnya mengalir terus menerus megairi dataran dan lembah?  Begitulah Thalhah bin Ubaidillah.
           Ia adalah salah seorang dari kaum muslimin yang kaya raya, tapi pemurah dan dermawan. Istrinya bernama Su'da binti Auf. Pada suatu hari istrinya melihat Thalhah sedang murung dan duduk termenung sedih. Melihat keadaan suaminya, sang istri segera menanyakan penyebab kesedihannya, dan Thalhah menjawab, "Uang yang ada ditangan ku sekarang ini begitu banyak sehingga memusingkanku. Apa yang harus kulakukan?"
Maka istri berkata, "Uang yang ada di tangan mu itu bagi-bagikanlah kepada fakir miskin."
Maka dibagi-bagikannyalah seluruh uang yang ada di tangan Thalhah tanpa meninggalkan sepeserpun.
          Assaib bin Zaid pun berkata tentang Thalhah. katanya, "Aku berkawan dengan Thalhah baik dalam perjalanan maupun sewaktu bermukim. Aku melihat tidak ada seorangpun yang lebih dermawan dari dia terhadap kaum muslimin. Ia mendermakan uang, sandang dan pangannya."
          Jabir bin Abdullah pun bertutur, "Aku tidak pernah melihat orang yang lebih dermawan dari Thalhah walaupun tanpa diminta."
          Oleh karena itu patutlah jika dia dijuluki, "Thalhah si dermawan", Tahlhah si pengalir harta," Thalhah kebaikan dan kebajikan."


Wafatnya Thalhah
          Sewaktu terjadi pertempuran "Aljamal" , Thalhah bertemu dengan Ali Ra. Ali Ra memperingatkannya agar mundur ke barisan paling belakang. Sebuah panah mengenai betisnya maka dia segera dipinfahkan ke Basra dan tak berapa lama kemudian karena lukanya yang cukup dalam ia wafat.
          Thalhah wafat pada usia enam puluh tahun dan dukubur di suatu tempat dekat padang rimput Basra.
Rasulullah Saw pernah berkata kepada para sahabat Ra, "Orang ini termasuk yang gugur dan barang siapa senang melihat seorang syahid berjalan di atas bumi maka lihatlah Thalhah."
Hal ini juga dikatakan Allah dalam firmanya:
                       "Di antara orang-orang mukmin itu ada orang-orang yang menepati apa yang telah mereka janjikan kepada Allah, maka diantara mereka ada yang gugur. Dan di antara mereka (pula) yang menunggu-nunggu dan mereka sedikitpun tidak merubah janjinya."
(Al Ahzaab 23)






Rabu, 05 September 2012

Ali Bin Abi Thalib (Remaja Pertama yang masuk Islam)




Al Imam Ali Karramullah Wajhahu
        Dia adalah khalifah pertama dari keluarga Hasyim. Ayah ibunya berasal dari keturunan bani Hasyim. Oleh karena itulah, dalam dirinya tertumpu sifat-sifat inti keluarga Hasyim yang dikenal sebagai keluarga yang mulia, yakni sifat kebangsawanan, kekuatan, keberanian, kecerdasan dan kepahlawanan.
        Ayahnya adalah Abu Thalib bin Ubdul Mutthalib bin Hasyim bin Abdi Manaf. Ibunya memberikan nama kepadanya Heydrah mirip dengan arti nama ayahnya Asad, yang artinya Singa. Tapi ayahnya memberi nama Ali.


Kelahirannya
      Ali dilahirkan di Ka'bah dan Allah telah memuliakan wajahnya (karramallahu wajlahu) untuk tidak bersujud kepada berhala-berhala yang ada di Ka'bah dan sekitarnya. Kehadirannya seolah-olah menandakan jaman baru bagi Ka'bah dan penyembahan Allah di sana.
      Prof. Abbas Mahmud Al 'aqqad mengatakan:
"Ali hampir dilahirkan sebagai muslim. Bahkan dapat dikatakan ia dilahirkan muslim bila dipandang dari segi akidah dan kejiwaan. Ketika membuka mata kesadaran  pada pertama kalinya, ia melihat islam dan tidak mengenal sedikitpun penyembahan berhala.
      Dia diasuh dan didik di rumah yang menjadi pusat dakwah islamiyah. Sebelum mengerti ibadah ayah ibunya sendiri, terlebih dahulu ia sudah mengenal ibadah dari shalat Nabi Saw dan istrinya yang suci, Khadijah Ra.

     Ali Ra adalah misan (sepupu) dan anak asuh yang dibesarkan di rumah Rasulullah Saw. Ia benar-benar telah menikmati cinta, kasih sayang dan kebijakannya. Antara Ali dengan Rasulullah telah terjalin kekeluargaan ganda dan cinta kasih yang amat kokoh melebihi cinta yang diikat tali kekeluargaan. Ali masuk islam ketika berusia sepuluh tahun karena pada usia itulah diumumkannya dakwah islamiah.



Kepahlawanannya Pada Usia Dini
        Dalam sejarah, umat kita banyak mencontoh dari para pahlawan yang melahirkan kepahlawanan pada usia mudia. Di antara mereka adalah Ali bin Abi Thalib Ra.
Diriwayatkan bahwa penyebab keislamannya ialah ketika dia melihat Rasulullah Saw bersama Khadijah Ra shalat secara sembunyi-sembunyi. Ali bertanya tentang apa yang dilakukan Rasulullah Saw dan Khadijah Ra. Nabi Saw menjawab:
                          "Ini adalah agama Allah yang dipilihNya sendiri dan mengutus para rasulNya. Aku mengajak kamu kepada (penyembah) Allah yang Satu, Esa, Tunggal, tiada sekutu bagiNya dan beribadat kepada-Nya, dan mengkufuri Allaata dan Aluzza."

        Ali menjawab, "Ini perihal yang belum kudengar. Oleh karena itu aku tidak akan memutuskan sesuatu sebelum membicarakannya dengan Aba Thalib (ayahnya).
Mendengar jawaban Ali, Nabi Saw tercenung. Ia tidak ingin persoalan itu tersebar, maka ia berkata kepada Ali, "Kalau kamu tidak mau masuk islam, perihal ini harus kamu rahasiakan."
        Maka semalaman Ali tidak dapat tidur. Ia berpikir dan merenungkan ajakan Nabi Saw. Dan ternyata Allah memberi hidayah kepadanya, maka keesokan harinya ia menghadap Rasulullah Saw, untuk menyatakan keislamannya.



Da'wah Sampai Kepada Abu Thalib
        Ali, anak remaja itu kini sering pergi bersama Rasulullah ke lembah kota Mekah untuk melakukan shalat dan beribadah.
Pada suatu hari Abu Tahlib melihat perbuatan anak dan kemenakannya suatu tempat bernama "Nakhlah." Abu Thalib heran dan bertanya kepada Nabi Saw, "Hai, anak saudaraku, agama apa yang sedang kamu kerjakan ini?"
       Nabi Saw menjawab, "Ini agama Allah, agama malaikat-malaikat dan rasul-rasulNya, dan agama Ibrahim. Allah mengutusku kepada seluruh hambaNya dan engkaulah yang paling utama menerima nasihat dan dakwahku kepada petunjuk Allah. Engkaulah yang paling utama menyambut seruan Allah dan engkau pula yang membelaku untuk memperjuangkannya."
Abi Thalib menjawab, "Aku tidak bisa meninggalkan agama nenek moyang dan tradisi mereka."
       Namun penolakan Abu Tahalib tidak menghalangi Ali untuk meneruskan perjalanan keimanannya bersama Nabi Saw, sebab Ali sudah yakin benar Nabi Saw adalah penyeru kepada yang haq, keadilan, kehoramatan sreta kepada martabat manusia.



Aku, Ya, Rasulullah !
       Pada suatu pagi Rasulullah Saw berseru dan mengumpulkan orang-orang dekat Ka'bah dan berkata kepada mereka, "Seorang pemimpin (petunjuk jalan) tidak akan mendustai keluarganya. Demi Allah, kalau aku mendustai semua orang. Aku tidak akan mendustai kalian dan kalau aku menipu semua tidak akan menipu kalian. Demi Allah yang tiada Tuhan kecuali Dia. Aku ini adalah utusan Allah kepada kalian khususnya dan kepada segenap manusia."
      "Demi Allah, kalian akan mati sebagaimana kalian tidur dan kalian akan dibangkitkan kembali sebagaimana kalian bangun tidur. Kalian akan dihisab tentang apa yang telah kalian lakukan. Kebaikan dibalas dengan kebaikan dan kejahatan di balas dengan kejahatan, dan kelak kalian akan mendapat surga selama-lamanya atau neraka selama-lamanya. Demi Allah aku tidak mengetahui orang sebelum aku membawa sesuatu yang lebih utama dari yang aku bawa untuk kalian. Aku membawa untuk kalian kebaikan di dunia dan akhirat.
       Kemudian Rasulullah Saw melanjutkan sabdanya:
                        "Selamatkan diri kalian dari siksa neraka. Sesungguhnya aku tidak bisa menolong kalian dari siksa Allah. Sesungguhnya aku adalah hanya seorang pemberi peringatan nyata bagi kamu dari siksa yang pedih."

       Abu Lahab, paman Rasulullah Saw yang pada waktu itu ikut hadir berseru dengan berang, "Binasalah kamu Muhammad, apakah untuk itu kamu mengumpulkan kami?"
Tetapi Nabi Saw tidak putus asa. Dengan tenang dan penuh sabar ia menahan diri dan berkata, "Aku mengajak kalian kepada dua kalimat yang ringan diucapkan lidah dan berat dalam timbangan, yakni bersyahadat 'tidak ada Tuhan kecuali Allah dan bahwa Muhammad utusan Allah." Siapa yang menyambut ajakanku dan ingin ikut mendukung?"
       Ali, si pemuda remaja bangkit di tengah-tengah kerumunan massa dan berseru, "Aku, ya Rasulullah, dan aku paling muda usia!"
       Tidak seorangpun dari yang hadir menerima ajakan Nabi Saw kecuali Ali. Dialah orang pertama bersedia berkorban untuk Rasulullah Saw ketika tidur di tempat Nabi Saw, pada waktu itu rumah beliau di kepung dan akan dibunuh menjelang hijrah ke Madinah.



Pemilikan Harus Diserahkan
Kepada Yang Berhak meskipun Dia musuh
        Ketika menjadi khalifah, Ali Ra menemukan baju besi (baju perang) miliknya di tangan seorang nasrani, tetapi orang Nasrani itu tidak mengakuinya.
        Selaku rakyat, Ali Ra mengadukan hal tersebut kepada ketua pengadilan. Pada waktu persidangan, ia dipanggil sang hakim dengan panggilan Amirul Mukminin. Ali tidak senang mendengar panggilan ini. Ia menolak panggilan itu karena pada waktu persidangan kedudukannya sebagai penggugat  sama seperti yang tergugat (terdakwa). Ia menyadari persamaan kedudukan antara penggugat dan tergugat di hadapan hakim merupakan suatu langkah menuju keadilan.
        Ali menggugat orang Nasrani itu dengan mengatakan bahwa baju besi itu miliknya yang hilang dan dia tidak pernah memberinya atau menjualnya kepada siapapun.
        Hakim Syuraih bertanya kepada tergugat, "Apa jawabanmu terhadap gugatan itu?"
        Orang Nasrani itu menjawab, "Baju besi ini milikku dan bagiku Amirul mukminin bukanlah pembohong."
Hakim Syuraih bertanya kepada Ali Ra, "Apakah anda punya bukti-bukti?"
Ali Ra tersenyum dan berkata, "Tepat pertanyaan, hakim aku tidak punya bukti-bukti."
 
       Karena Ali tidak memiliki bukti-bukti maka sidang pengadilan memutuskan baju besi tersebut milik orang Nasrani itu. Setelah persidangan usai, orang Nasrani itu kembali bertemu dengan Ali Ra. Ia berkata, "Aku bersaksi bahwa ini adalah pengadilan para nabi. Amirul mukminin menuntut aku melalui hakimnya dan hakimnya mengalahkannya. Sejak saat ini saya bersyahadat bahwa tidak ada Tuhan kecuali Allah dan bahwa Muhammad adalah hamba dan utusannya. Baju besi itu milikmu, ya Amirul mukminin. Aku mengambil baju besi ini dari untamu yang kelabu ketika engkau dan pasukanmu hendak berangkat ke Shifin."
       Ali Ra kemudian berkata, "Karena kamu telah masuk islam , maka baju ini milikmu."  (HR. Attirmidzi, Alhaakim).
Banyak orang menyaksikan orang Nasrani itu kemudian menjadi tentara yang setia kepada Ali Ra ketika berperang melawan kaum Khawarij yang memberontak dan memerangi Ali Ra dalam pertempuran "Annahrawan."



Biarlah Aku Yang Menghadapinya, Ya, Rasulullah
         Dalam peperangan KHONDAK kaum musrikin yang berjumlah 24.000 prajurit mengepung kota Madinah dengan ketat dan berusaha menyerbu masuk. Tetapi parit yang digali kaum muslimin sekitar Madinah menghalangi usaha mereka.
         Setelah beberapa kali mereka berusaha masuk, beberapa orang kaum musyrikin akhirnya berhasil menerobos masuk lewat celah pertahanan yang lemah. Pasukan berkuda mereka di pimpin oleh seorang lelaki yang kuat bernama Amru bin Wudd.
Amru bin Wudd berteriak dan berseru, "Ayo apa ada yang siap berduel?"
         Mendengar tantanggan ini Ali Ra minta ijin kepada Nabi Saw untuk menghadapinya. Mula-mula Nabi Saw mencegahnya, tetapi karena Ali Ra terus mendesak maka akhirnya baginda mengijinkannya.
Dalam sekejap mata Ali Ra berhadapan dengan Amru bin Wudd dan ali berseru kepadanya, "Aku mengajak kamu ke jalan Allah, ke jalan Rasulullah dan kepada islam."

        Amru bin Wudd pun menjawab dengan angkuh, "Aku tidak memerlukan itu semua."
Ali Ra menangapinya, "Kalau demikian aku mengajak kamu bertempur."
Amru bin Wudd menjawab," Mengapa hai anak saudaraku, demi berhala Allaata aku tidak ingin membunuhmu."
Tapi Ali Ra menjawab, "Tapi demi Allah, aku ingin membunuhmu."
        Tantangan Ali membangkitkan semangat jahiliah Amru bin Wudd. Ia menikam kudanya dengan pedangnya dan menyerang Ali dengan bengis. Tapi Ali menangkis dengan sekuat tenaga dan menikam pedangnya ke tubuh Amru. Tak lama kemudian tubuh Amru roboh bermandikan darah. Setelah peristiwa itu Ali Ra kembali kepada barisan muslimin. Maka tidak mengherankan bila Ali dikenal sebagai orang yang tidak dapat dikalahkan lawan.



Terbunuhnya Ali Ra
          Di atas sudah di jelaskan bahwa terbunuhnya Utsman Ra merupakan awal dari rentetan fitnah yang melanda kaum muslimin. Oleh karena itu masa kekhalifahan Ali  Ra merupakan masa-masa yang amat sulit. Pesoalan semakin rumit dan keadaan semakin meruncing yang akhirnya menimbulkan ketidak stabilan dalam jajaran tentara.
          Penduduk Iran membangkang dan penduduk Syam menyebarkan issu. Mereka mengatakan bahwa berdasarkan keputusan dua orang penengah telah ditetapkan bahwa yang menjadi khalifah seharusnya Muawiyah, bukan Ali Ra. Menghadapi banyaknya fitnah dan pembangkangan yang timbul, Ali Ra menjadi semakin lemah hatinya dan ia merasakan kekhalifahannya akan segera berakhir.
          Dari kalangan Khawarij ada tiga orang yang membangkang dan memberontak terhadap Ali Ra dan Muawiyah bin Abi Sufyan, yaitu Abdurrahman bin Amru yang dikenal dengan Ibnu Maljam, Alburak bin Abdullah Attamimi, dan Amru bin Bakar Attamimi. Mereka telah bersepakat hendak membunuh Ali bin Abi Thalib, Muawiyah bin Sufyan dan Amru ibnul Aash. Mereka berikrar, membunuh atau terbunuh. Niat ini mereka laksanakan pada malam 17 Ramadhan. Mereka masing-masing mengasah dan meracuni pedangnya.

         Ibnu Maljam pergi menuju Kufah di Irak. Pada waktu fajar, ketika Ali Ra tengah menuju masjid untuk shalat subuh, ubun-ubun kepalanya di pukul dengan pedang sehingga darah mengalir membasahi janggutnya.
Tapi Alhamdulillah, Ibnu Maljan berhasil di tangkap dan Ali segera dibopong ke rumahnya. Lalu Ibnul Maljan dihadapkan kepada Ali Ra yang lantas bertanya kepadanya, "Hai musuh Allah, tidakkah aku berbuat baik kepadamu."
Ibnu Maljan menjawab, "Ya, benar."
Lalu Ali Ra bertanya lagi, "Lantas mengapa kamu berbuat demikian?"
Ibnu Maljam menjawab, "Aku telah mengasah pedangku selama empat puluh hari dan memohon kepada Allah agar aku dapat menggunakannya untuk membunuh makluknya yang paling jahat."
Ali Ra menjawab, "Tiada lain, kamu akan terbunuh oleh pedangmu itu dan aku tidak melihat ada orang yang lebih jahat dari kamu."
Kemudian Ali Ra berpesan, "Kalau aku wafat, bunuhlah dia dan kalau aku selamat (hidup) biarlah aku nanti yang menentukan keputusan."
Ternyata Ali Ra wafat pada hari Jumat tanggal 17 Ramadhan tahun 40 Hijriah. Khalifah telah dijabatnya selama 4 tahun 8 bulan. Ia mempunyai anak berjumlah 33 orang, 15 laki-laki dan 18 perempuan. Ia dikubur di Kufah pada malam harinya




"Selesai_